February 14, 2009

PINTAR PINTAR BODOH (PinPinBo)

"You can know the name of a bird in all the languages of the world, but when you're finished, you'll know absolutely nothing whatever about the bird... So let's look at the bird and see what it's doing -- that's what counts. I learned very early the difference between knowing the name of something and knowing something." Richard Feynman (1918 - 1988)

Ilmu. Apa sih arti sebenarnya? Ini yang gue temukan, dalam bahasa Yunani perkataan ilmu disebut sebagai epistamai/episteme yang berasal dari akar kata yang berarti 'to stand' yakni berdiri, yang keserasian makna dalam bahasa Inggrisnya ialah ‘to understand’ yakni memahami. Ilmu dalam bahasa Arab memiliki makna pengetahuan. Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan:

"ilmu ialah memindahkan gambaran yang diketahui dari kenyataan alam luar kemudian ditetapkannya (dimasukkan hingga tetap) ke dalam diri."

Gue bukan ahli etimologi, jadi gue ga akan memperdebatkan apa arti Ilmu. Hal-hal diatas gue dapet dari sekedar googling dengan memasukkan kata kunci : makna Ilmu. Gue lakukan ini bukan karena gue mendadak tolol sampai tidak punya pengetahuan tentang makna Ilmu. Ini semua berangkat dari self-questioning gue tentang bagaimana seseorang mampu menilai seorang lainnya sebagai manusia berilmu. Apakah yang menjadi tolak ukur bagi seseorang untuk menjadi manusia berilmu?

Apakah konsep "beauty is in the eye of the beholder" juga berlaku untuk mereka yang berilmu? atau konsep Pintar vs Bodoh merupakan suatu yang memiliki ketentuan absolut? atau lelucon yang menyatakan cantik itu relatif, jelek itu absolut justru menjadi lebih sesuai ketika cantik diganti menjadi pintar, dan jelek diganti menjadi bodoh? Skor IQ yang menggolongkan manusia berdasarkan tingkat kecerdasan melalui serangkaian tes, apakah serta merta menjadi tolak ukur absolut kecerdasan? Waktu SMA gue pernah jalani tes ini. Skor gue 128. Kalau merujuk pada skor tersebut, harusnya gue digolongkan sebagai anak dengan tingkat kecerdasan superior/cerdas berdasarkan penggolongan Weschler yang dipakai DIKNAS. Pun begitu, sampai detik ini masih gue temukan teman yang sering menilai gue lemot (lemah otak) bahkan bodoh.

Dan siapa pula manusia yang paling berkapasitas menentukan status keilmuan manusia lain? Sekali lagi, tolak ukur macam apa yang digunakan untuk memberi label keilmuannya? skor IQ yang saklek, atau melalui perbandingan langsung antara manusia satu dengan manusia lain? Dalam suatu penelitian untuk mendapatkan satu kesimpulan hasil yang dapat di generalisasi maka ada banyak prasyarat yang perlu dipenuhi. Yang pertama dan utama adalah besar subjek yang diperiksa haruslah mewakili populasi yang diperiksa, setiap subjeknya harus homogen, dan pemeriksa (bila lebih dari 1) telah melakukan uji validitas dan reliabilitas agar hasil pemeriksaan yang dilakukan tidak menimbulkan bias. Konyol rasanya bila kita mencoba membandingkan kualitas gizi kangkung yang tumbuh di lahan organik dengan kangkung yang tumbuh di kebun penuh polusi. Dan toh pada akhirnya kedua kangkung dengan kualitas gizi yang berbeda tersebut bila diolah dengan cara yang salah juga akan sama tidak bergunanya,
pun sebaliknya.

Jadi, kalau Ilmu memanglah suatu pengetahuan, suatu pemahaman. Kalau Ilmu memang adalah refleksi terhadap kenyataan alam luar yang dimasukkan hingga tetap kedalam diri seseorang, maka pantaslah jika orang berilmu sangatlah dipengaruhi oleh alam luar dimana ia berdiri mencari ilmu. Memang bisa saja kangkung yang tumbuh di lahan organik tetap berkualitas buruk, sama seperti kemungkinan kangkung berkualitas tumbuh di lahan penuh polusi. Namun gue tetep percaya kalau alam luarnya berkembang, seiring dengan waktu, kangkung apapun bisa punya kualitas gizi cukup baik kalau bisa memanfaatkan sumber nutrisinya dengan baik. Sama seperti kemungkinan manusia yang makin berilmu seiring berkembangnya alam luar yang diamatinya.

Tak perlulah label pintar atau bodoh...cukup mau mencari ilmu atau berhenti mencari tau...that's what counts.

No comments: